Menurut Soelaimana Soemardi dan Selo Soemardjan Budaya ialah sesuatu kebudayaan yang merupakan hasil karya meliputi cipta dan rasa dan karsa dari masyarakat. Budaya memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan masyarakat, sehingga masyarakat tersebutlah yang menciptakannya.
Berikut adalah unsur-unsur Budaya. Cipta merupakan bagian dari jiwa manusia yang bersifat abstrak yang meupakan pusat dari intelegensi manusia. Cipta inilah yang menghasilkan aneka macam ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Rasa merupakan bagian jiwa manusia yang abstrak, menjadi pusat dari segala macam pertimbangan keras-lemah, baik-buruk, indah-tidak indah, dan lain sebagainya. Rasa inilah yang akan menghasilkan aneka macam sistem nilai, sistem norma, estetika, untuk selanjutnya berkembang menjadi adat istiadat. Karsa merupakan bagian jiwa yang bersifat abstrak yang merupakan pusat dari segala macam kehendak dan nafsu. Kehendak sangat berfariasi dan jumlahnya sangat banyak. Semakin tinggi tingkat peradaban manusia, biasanya juga akan semakin tinggi pula kehendak yang dimilikinya. Sementara, pada masyarakat yang masih terbelakang, biasanya tidak memiliki kehendak yang bermacam-macam.
Desa Sesait terletak di jalan raya Santong, kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara. Jumlah penduduk 9.149 jiwa serta luas wilayah 12.000 km2. Masyarakat Desa Sesait sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, kemudian perkebunan, wiraswasta, dan jasa. Sistem pemerintahan Desa Sesait dipimpin oleh seorang Pemusungan atau Kepala Desa dan Sekretaris Desa.
Masyarakat desa Sesait merupakan masyarakat yang sangat menjaga keluhuran dari peninggalan nenek moyangnya, yang mana terbukti dengan selalu diadakannya tradisi Maulid adat setiap tahun. Sebelum perayaan Maulid Adat diselenggarakan, maka diadakanlah pertemuan atau rapat oleh Tau Lokak Empat. Tau Lokak Empat merupakan tokoh dari masyarakat Desa Sesait yang mana terdiri dari Mangkubumi (Ketua Adat), Pemusungan (Kepala Desa), Penghulu, dan Jintaka (Pemimpin dari bidang pertanian). Setelah pertemuan atau rapat tersebut selesai, barulah Tau Lokak Empat mengumumkan kepada masyarakat Desa Sesait untuk mempersiapkan segala kebutuhan dalam rangka perayaan Maulid Adat yang akan digelar pada waktu yang telah disepakati oleh Tau Lokak berdasarkan perhitungan dalam kalender agama islam.
Masyarakat Desa Sesait mengartikan Adat sebagai setiap kelahiran manusia. Dikatakan Maulid Adat karena memperlihatkan asal usul kejadian manusia dalam serangkain acaranya. Berbeda dengan Masyarakat di daerah Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah dalam perayaan Maulid menjelaskan kelahiran Nabi Muhammad SAW, Sehingga nama perayaannya pun berbeda di Desa Sesait dikatakan Maulid Adat di daerah Lombok Timur, Lombok Barat, dan Lombok Tengah dikatakan Maulid Nabi.
Perayaan Maulid Adat selalu digelar setiap tahunnya di Desa Sesait Lombok Utara, dengan harapan bahwa masyarakat mampu untuk mengkaji setiap proses dalam serangkaian acara Maulid adat sehingga masyarakat mampu menjalankan kehidupan lebih baik dari pada sebelumnya. Sehingga masyarakat yang berhasil mengkaji mengenai segala rangkaian acara dalam Maulid Adat akan memahami kehidupan mulai dari asal usul dari dirinya (individu dari masyarakat Desa Sesait) diciptakan hingga menjalankan kehidupannya lebih baik dari sebelum-sebelumnya.
Rangkaian acara dalam perayaan kebudayaan Maulid Adat Desa Sesait digelar selama 3 hari 3 malam pada tanggal 15 Rabiulawal. Sebelum acara, pada H-3 mayarakat desa Sesait mulai mempersiapkan segala kebutuhan seperti bahan-bahan yang akan digunakan dalam rangkaian acara Maulid Adat tersebut. Dalam acara Maulid Adat di desa Sesait ada yang dinamakan “Dulang Aji” atau “Benang Aji” yang mana berisi kandungan-kandungan dari asal usul kejadian manusia, sehingga dalam Dulang Aji ini masyarakat diharapkan untuk mampu mengkaji isi kandungan dalam Dulang Aji tersebut. Kandungan-kandungan dalam Dulang Aji tersebut akan diperlihatkan kepada masyarakat Desa Sesait pada rangkaian Maulid Adat. Rangkaian Maulid Adat melewati 3 tahapan.
Tahap Pertama, Penentuan Praja Maulid: Praja merupakan tokoh sentral dalam Maulid Adat yang ditugaskan khusus dalam perayaan tersebut. Praja maulid ditentukan oleh Tau Lokak Empat melalui rapat adat yang diadakan dibalai adat yang disebut Kampu. Dari rapat tersebut dipilih 6 orang sebagai praja Maulid yang terdiri dari 2 anak perempuan yang belum aqil balig, dan 2 wanita yang sudah tua (menopause), serta 2 laki-laki, yang salah satunya seorang anak laki-laki yang belum aqil balig, dan seorangnya lagi laki-laki yang sudah tua (menopause).
Praja maulid putri memiliki tugas untuk mempersiapkan Dulang Aji, sehingga mengharuskan mereka tinggal di dalam komplek kampu selama persiapan hingga pelaksanaan Maulid Adat selesai, yang biasanya berlangsung selama satu minggu. Sedangkan praja putra memiliki tugas untuk menjaga “Payung Agung” yang terletak di satu-satunya pintu masuk di masjid tua atau masjid kuno pada saat perayaan Maulid Adat. Payung agung terbuat dari kain putih yang memiliki simbok kesucian yang harus dijaga oleh setiap orang ketika hendak memasuki masjid sebagi tempat ibadah.
Tahap kedua, Pengumpulan bahan makanan dan presean: Pengumpulan bahan makanan dilalukan oleh masyarakat desa Sesait dengan mengumpulkan hasil dari bercocok tanam mereka, karena sebagian besar masyarakat Desa Sesait bermata pencaharian sebagai petani. Pengumpulan bahan makanan tidak hanya datang dari masyarakat desa Sesait melainkan ada pula dari masyarakat di sekitar desa Sesait yang ikut berpartisipasi dalam acara Maulid Adat. Bahan makanan yang dikumpulkan seperti beras, pisang, ketan, ternak dan lain sebagainya. Bahan makanan tersebut dikumpulkan di dalam rumah Kampu. Pengumpulan bahan makanan berlangsung 3 hari hingga H-1 batas pengumpulan bahan bertepatan dengan datangnya kelompok kesenian tradisional “Gong Dua” pada waktu matahari terbenam.
Selanjutnya, pada malam hari selepas Isya, gamelan Gong Dua mengiringi acara presean yang digelar di masjid Kuno. Acara presean diawali dengan pertarungan antara praja maulid putri, yang mana dilakukan oleh praja putri yang sudah tua (menopause). Setelah itu, barulah dilanjutkan oleh pertarungan yang menampilkan para pepadu dari berbagai desa. Acara presean berlangsung hingga terbit fajar di bawah bulan purnama.
Tahap ketiga, Acara Puncak Maulid Adat: Acara puncak Maulid Adat diawali dengan acara yang bernama “Besoq Beras” (pencucian beras) sebelum dimasak. Acara ini dilakukan di pagi hari dengan melibatkan ratusan perempuan dari anak-anak hingga nenek-nenek yang mana harus mengenakan pakaian adat kebaya. Setiap orang yang mengikuti besoq beras menjunjung atau dalam bahasa sasak yaitu Bereson menggunakan peraras (bakul kecil yang terbuat dari anyaman bambu) menuju ke sumber mata air yang terletak di 2 kilometer di luar desa Sesait. Iring-iringan besoq beras ini dipimpin oleh praja maulid putri sambil diiringi oleh alunan musi gamelan tradisional Gong Dua. Beras yang telah dicuci kemudian dikumpulkan kembali di dalam rumah kampus untuk dimasak secara bersama-sama oleh kaum perempuan.
Sementara bagi kaum laki-laki ditugaskan untuk memasak lauk yang dikerjakan secara bersama-sama di halaman masjid kuno. Penyembelihan hewan ternak dilakukan di depan masjid kuno dan darah dari hewan ternak harus jatuh ke tanah serta harus diinjak. Kemudian untuk campuran lauk yang dimasak harus menggunakan buah pisang saba, atau masyarakat Sesait menyebutnya dengan Puntik Tawak. Setelah masakan siap, kemudian di sajikan dalam wadah “dulang” yang terbuat dari kayu bersama berbagai macam jajanan dan buah-buahan hasil bumi untuk di naikkan ke masjid kuno pada acara puncak maulid adat yang berlangsung saat matahari tenggelam. Selama prosesi Maulid Adat, kaum perempuan menggunakan pakaian adat kebaya, semenara kaum laki-laki mengenakan sabuk penjong atau kain panjang dengan ujung kain menjutai di bagian depan, lengkap dengan dodot atau sabuk selendangnya. Selain itu kaum laki-laki menggunakan ikat kepala atau sapuk atau udeng.
Puncak acara Maulid Adat diawali dengan datangnya rombongan tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemerintahan serta warga untuk menghias masjid kuno. Rombongan ini dipimpin oleh praja putra anak yang mana membawa payung agung, bersama dengan praja putra yang sudah tua (menopause) membawa kain putih. Payung agung ditempatkan di pintu masuk masjid dan dijaga oleh praja putra anak, sedangkan kain putih akan di bentangkan dari atas pintu hingga keatas mimbar masjid. Bentangan kain putih tersebut merupakan simbol awan putih yang selalu menaungi Nabi Muhammad SAW ketika berdakwah menyebarkan islam.
Dalam Masjid Kuno terdapat empat tiang utama yang disebut “Soko Guru” yang masing-masing di jaga dan di hias oleh empat pemimpin, yakni Pemusungan atau kepala desa menghias tiang bagian tenggara menggunakan warna merah melambangkan kekuasaan, Penghulu atau pemimpin agama menghias tiang barat daya menggunakan kain putih sebagai lambang kesucian, Mangku Bumi atau penguasa tanah/bumi menghias tiang bagian timur laut menggunakan warna biru, dan Jintaka atau penguasa pertanian menghias tiang bagian barat laut menggunakan warna kuning yang melambangkan kemakmuran. Seluruh rangkaian kegiatan menghias masjid kuno ini digelar bertepatan dengan waktu shalat ashar tiba dan berakhir saat matahari terbenam atau ketika tiba waktu shalat magrib. Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan para tokoh dan warga dapat mengerjakan shalat berjamaah tanpa diketahui oleh penguasa hindu yang pada waktu itu melarang warga mengerjakan syari’at islam.
Seusai shalat magrib berjamaah, barulah sampai pada acara puncak Maulid Adat digelar bersama dengan pernyajian berbagai hidangan yang ditempatkan dalam dulang kayu. Tetapi sebelum itu, diberikan wejangan atau ceramaah oleh tokoh agama mengenai sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW dan kiprah beliau menyebarkan ajaran islam hingga keadatangan islam di desa tersebut yang konon disebarkan oleh Sunan Kalijaga, yakni salah seorang anggota wali songo dari Jawa.
Berakhirnya acara Maulid Adat di Masjid Kuno, akan dilanjutkan dengan acara begibung yaitu acara makan bersama yang dilakukan oleh seluruh warga di luar masjid, yang biasanya dilakukan di sekitar rumah kampu dan masjd kuno. Dulang-dulang dihidangkan berjejer rapid an kemudian warga makan bersama dengan saling berhadap-hadapan. Kemudian sebagai penutup prosesi Maulid Adat, digelarlah acara syukuran keesokan harinya, sekaligus pencabutan status praja Maulid yang dilakukan di dalam rumah kampu.
Jika masyarakat di luar desa Sesait atau tamu-tamu undangan ingin mengikuti salah satu perayaan maulid adat di Desa Sesait cukup mudah. Pengunjung tinggal datang dan pakaian adatnya nanti sudah disiapkan di beberapa Salon yang ada di sekitar desa Sesait. Pakaiannya pun lengkap dari baju hingga kainnya. Karena untuk masuk dan mengikuti rangkaian kegiatan maulid adat tersebut harus menggunakan baju atau pakaian adat seperti yang di pakai orang-orang penduduk setempat.
Dalam melestarikan kebudayaan Maulid Adat, menurut pembekal adat di Desa Sesait, penyelenggaraan Maulid Adat tidak menghadapi tantangan yang berarti, dikarenakan para pemuda dan pemudi hingga masyarakat setempat di Desa tersebut sangat berpartisipasi dalam menyelenggarakan Maulid Adat.
Maulid Adat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sesait dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, namun masyrakat desa sesait mengartikan Maulid Adat sebagai kelahiran setiap manusia yang mana memperlihatkan serangkain prosesi Maulid Adat yang memiliki makna. Sehingga dalam acara tersebut diharapkan masyarakat Desa Sesait mampu mengkaji setiap prosesi dalam Maulid Adat.
Shoji Duwi Sandini