Bagaimana Kewajiban Mengganti Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui?



1. Ganti Qadha (Saja) Puasa di Hari Lain (Madzhab Imam Hanafi)

A. Imam Hanafi: Pendapat yang pertama ini menyerupakan wanita hamil dan menyusui seperti orang yang sakit. Apabila mereka (wanita hamil dan menyusui) tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka harus membayar Qadha’ (tidak perlu fidyah).

Sebagaimana yang diwajibkan atas orang sakit apabila meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. Imam Abu Hanifah, Abu Ubaid dan juga Abu Tsaur mendukung pendapat ini.

Pendapat ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut: "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (al-Baqarah: 184)

1.2 Ganti Fidyah Saja
Apakah ada opsi untuk mengganti dengan Fidyah saja?
Bagaimana jika dirasa berat untuk melakukan Qadha? Dalam kasus seorang wanita yang menyusui sehingga tidak dapat berpuasa, anggaplah sebulan penuh sehingga memiliki hutang qadha 29 atau 30 hari puasa sehingga merasa berat melakukannya karena satu dan lain hal, 

A. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
Adapun mengenai pilihan fidyah tanpa qadha' bersumber dari 'atsar' yang konon berasal dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Beliau berdua menyerupakan wanita hamil dan/atau menyusui seperti orang yang tidak sanggup melaksanakan puasa, semisal orang lanjut usia. Jika mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan sebab mengkhawatirkan kondisi dirinya ataupun bayinya, maka harus membayar Fidyah tanpa perlu mengqadha’ (Bidayatul Mujtahid I, hal. 63).

B. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Berbeda dengan Mazhab Syafii dan Maliki, Fatwa Tarjih menegaskan bahwa perempuan hamil dan menyusui jika meninggalkan puasa di bulan Ramadan maka wajib hukumnya membayar fidyah (saja). Alasannya agar tidak memberatkan para perempuan hamil dan menyusui (QS. Al Hajj: 78), dan teknis pelaksanaannya bersifat memudahkan (QS. Al Baqarah: 185) dan Ayat 184 "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fid-yah, (yaitu): Memberi makan seorang miskin. (al-Baqarah : 184)".

2. Ganti Qadha + Fidyah (Madzhab Imam Syafi'i dan Imam Hambali)

Imam Syafi’i mengatakan bahwa wanita hamil dan/atau menyusu serupa dengan orang sakit dan juga orang yang terbebani dalam melakukan puasa. Apabila mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka mereka harus membayar Qadha’ dan Fidyah juga. Pendapat ini menggabungkan dua dalil di poin 1 dan 2 di atas.

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal menambahkan bahwa wanita hamil atau menyusui, apabila ia tidak berpuasa sebab mengkhawatirkan kondisi bayinya, yang wajib ia lakukan adalah qadha sekaligus fidyah. Akan tetapi bila ia mengkhawatirkan dirinya saja, atau mengkhawatirkan dirinya dan juga bayinya, maka yang harus ia lakukan adalah membayar qadha’ tanpa fidyah. (Fiqhus Sunnah I, hal. 508).

3. Hamil Ganti Qadha' Saja, Menyusui Ganti Qadha' + Fidyah (Madzhab Imam Maliki)

Ulama dari madzhab Imam Maliki membedakan antara wanita hamil dan wanita yang menyusui. Wanita hamil diserupakan dengan hukum orang sakit, yang apabila meninggalkan puasa di bulan Ramadhan, ia wajib mengganti dengan qadha’.

Sedangkan wanita menyusui diserupakan dengan orang sakit sekaligus orang yang terbebani melakukan puasa. Apabila ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia wajib membayar qadha’ dan juga fidyah.

4. Kesimpulan Hukum Fidyah

Dari berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pilihan yang dapat ditempuh seorang perempuan yang hamil atau menyusui sesuai dengan urutal keafdhalannya (kekuatan hukum fiqhnya) yaitu sebagai berikut: 1) paling utama mengganti dengan qadha (saja), 2) mengganti dengan qadha + fidyah (menerapkan prinsip kehati-hatian dalam beragama), atau 3) fidyah saja (dasarnya sudah diuraikan di atas bagian 1.2).

5. Cara Membayar Fidyah

Wujud fidyah yang dapat dikeluarkan dapat berupa 1) makanan siap saji; 2) bahan pangan sebesar satu mud (0,6 kg makanan pokok); 3) uang tunai senilai satu kali makan. Dua dari ketiga kriteria ini dipahami dari makna umum (‘am) kata tha’am (makanan) yang terdapat dalam QS. Al Baqarah: 184. Dalam beberapa hadis, kata tha’am ini memang menunjukkan makna ganda: makanan siap santap dan bahan pangan. Sehingga menunaikan fidyah dapat berupa nasi kotak atau gandum, beras, dan lain-lain.

Sementara fidyah dengan uang tunai, terdapat perbedaan di antara para ulama. Lembaga fatwa Arab Saudi tidak memperkenankan fidyah dengan uang tunai, sementara dari lembaga fatwa al-Azhar dan Komisi Fatwa Kuwait membolehkan fidyah uang tunai sebagai pengganti makanan siap santap dan bahan pangan.

Fatwa Tarjih dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek sifat likuid dari uang sendiri yang lebih bisa leluasa dimanfaatkan orang miskin, maka boleh pembayaran fidyah dengan uang. Mengenai cara membayar fidyah, dalam teks al-Quran dan Hadis tidak dijelaskan teknis pembayaran fidyah. Karenanya Fatwa Tarjih memutuskan bahwa menunaikan fidyah boleh dilakukan secara sekaligus atau diecer dengan cara membayar setiap kali tidak puasa Ramadan.

Sementara sasaran pemberian fidyah diarahkan kepada orang-orang miskin, baik secara konsisten diberikan kepada satu orang miskin, atau berbeda-beda sasaran orang yang pada intinya harus diarahkan kepada orang miskin. Terkait dengan waktu pembayaran fidyah, Fatwa Tarjih menegaskan bahwa tidak diperkenankan dilakukan sebelum orang yang berat menjalankan puasa tersebut secara pasti telah meninggalkan puasa. Bila jauh-jauh hari telah menunaikan fidyah, sementara ibadah puasa belum dimulai, maka perbuatan tersebut dianggap tidak sah. Karena itu, waktu pembayaran fidyah dilakukan setelah orang tersebut secara pasti telah meninggalkan puasa.

Adanya pelaksanaan fidyah ini sesuai dengan prinsip agama Islam itu sendiri yang bertujuan untuk memberi rahmat kepada manusia (QS. Al Anbiya: 107), tidak mempersulit orang beriman (QS. Al Hajj: 78), dan teknis pelaksanaannya bersifat memudahkan (QS. Al Baqarah: 185).

6. Kesimpulan Cara Bayar Fidyah

Membayar fidyah saat benar-benar telah meninggalkan puasa dan tidak sanggup meng-qadha, misal setelah memastikan diri atau setelah bulan Ramadhan lewat sebulan penuh (29 atau 30 hari) berarti punya hutang Qadha' 30 hari misalkan, sekali lagi yang lebih utama mengganti dengan Qadha (saja), namun jika merasa diri benar-benar tidak sanggup, dapat mengganti Fidyah (saja). Fidyah dibayarkan setelah melewati bulan Ramadhan (setelah puasa terlewat), tidak diperkenankan meniatkan diri dan membayar fidyah di hari awal puasa dan diniatkan untuk sebulan kedepan, ini berkesan kita meremehkan kewajiban puasa.

Besaran fidyah ada di bagian 5 di atas, sasarannya kepada orang miskin, bisa ke satu orang dan berikan sekaligus fidyah untuk sebulan, atau dibagi ke beberapa orang miskin. Ada perbedaan pendapat antar ulama, namun secara umum besaran fidyah adalah sebagai berikut:

1. sejumlah makan orang yang di fidyahi selama sehari (misal sekali makan kira-kira 20ribu, dikali 3 maka 60ribu) berarti 60ribu ini mengganti 1 puasa yang tidak dikerjakan, atau ada pendapat juga satu fidyah = 2,5 kg beras atau uang seharga itu. Namun ada juga pendapat seperti dibagian 5 di atas. Manapun yang anda ambil, tinggal dikali jumlah total puasa yang akan diganti.

7. Contoh Instrumen Fidyah 

Jika si A tidak berpuasa karena menyusui selama 30 hari di bulan Ramadhan, dan di hari lain tidak mampu meng-Qadha, maka ia harus menyiapkan uang atau bahan makanan pokok (beras) atau makanan siap saji (seporsi nasi + lauk) untuk 30 orang atau untuk 1 orang tapi selama 30 hari, atau dibagi ke 2 orang (masing-masing sejumlah biaya makan 15 hari), dan sebagainya.

Anggap kita memakai patokan 1 fidyah = uang makan sehari misal 60 ribu
berarti 30 hari = 60rb x 30 = 1.800.000

1.800.000 ini bisa kita berikan ke 1 orang
atau dibagikan ke beberapa orang sampai sejumlah tersebut (total 1.800.000), adapun membayar fidyah dengan uang tunai ini memiliki dalil/landasan yang sudah kami bahas di atas.

(60.000/hari/jiwa), sekali lagi ini disesuaikan sesuai pendapat-pendapat di atas ya, pilih sesuai besaran biaya hidup sehari orang yang akan di fidyahi, jika orang tersebut biaya makan seharinya 30ribu, berarti 30ribu dikali 30 hari (30ribu/perhari/perjiwa) begitu seterusnya.

8. Referensi Besaran Fidyah Uang di Indonesia

Baznas: 50-60 Ribu/perhari/perjiwa
Lazismu: 45 Ribu/perhari/perjiwa (ini dari 15 ribu sekali makan di kali 3)

Mengenai apa itu metode Tarjih dan Tajdid dalam merumuskan fatwa atau menjawab problematika dan pertanyaan umat muslim, akan kami bahas di artikel selanjutnya. Terima kasih.

9. Bayar Zakat/Fidyah Bisa Online Juga, Via Website/Aplikasi Lazismu, NUCare/Lazisnu, Baznas, dll. Bayar Fidyah, Zakat, Zakat Fitrah, Infaq & Sedekah di Sini: https://www.nesianet.id/2023/03/bayar-zakat-zakat-fitrah-dan-fidyah.html

Wallahu'alam bissawab.


Diposting pada: 01 Desember 2023
(Klik pada Gambar untuk Memperbesar Tampilan!)